Dalam libur panjang bagi pelajar, orangtua biasanya memanfaatkan kesempatan ini untuk mengkhitankan (menyunat) anak lelakinya. Ada satu mitos yang mengatakan, bahwa ketika selesai disunat lebih baik jangan makan ikan atau makan makanan yang mengandung protein tinggi. Nyatanya, meski hal tersebut tak dapat dibuktikan kebenarannya, mitos tersebut telah jauh berkembang. Demikian dikatakan oleh dokter umum, Bambang Marsudi Raharja.
Dengan tegas Bambang mengatakan bahwa protein itu memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan luka, sehingga bila anak selesai disunat kemudian orangtua menghindarkan anak makan yang mengandung protein, maka proses penyembuhan luka akan semakin lama. "Padahal manfaat protein ialah membentuk jaringan, pengganti sel yang rusak, dan berperan sebagai struktural yang membangun tubuh," kata Bambang.
Menurut Bambang, informasi yang beredar di masyarakat hanyalah sebuah kesalahan yang harus segera diluruskan. Kemungkinan awal beredarnya mitos tersebut dikarenakan adanya anak yang setelah selesai disunat memiliki alergi terhadap makanan yang mengandung protein yang mengakibatkan si anak merasa gatal di daerah luka.
"Orangtua yang melihat kondisi tersebut lalu beranggapan bahwa makanan yang mengandung protein akan memperlambat masa penyembuhan serta pengeringan luka," ujar Bambang.
Bambang menekankan, orangtua jangan terlalu mendramatisir informasi tentang sunat. Sunat itu merupakan operasi kecil yang bertujuan membuka kulup, sehingga kepala penis berada dalam keadaan terbuka. Pada anak laki-laki dengan mengadakan sunat terbukti manfaatnya, yaitu menghindarkan diri dari berbagai penyakit serta membuang tempat bersarangnya kotoran dan najis.
"Akan tetapi, ada juga sunat yang perlu dilakukan karena indikasi medis, misalnya karena kasus yang biasa disebut dengan fimosis, yaitu keadaan dimana kulit pada kepala penis atau kulup mempunyai lubang yang terlalu sempit, sehingga tidak dapat tertarik ke belakang atau membuka dan menyebabkan kencing terasa sakit," jelas pria kelahiran Jember, 12 Oktober 1967 tersebut.
Bambang mengatakan, sebenarnya untuk melakukan sunatan tidak ada batasan umur, namun lebih baik dilakukan sejak dini. Hal itu dianjurkan untuk mencegah penumpukan zat lengket yang berwarna putih yang sering berbau tidak sedap akibat bercampur bakteri dan sisa-sisa urin.
"Pria yang disunat sudah tentu lebih higienis dan bersih. Bahkan menurut sebuah penelitian, dengan melakukan sunat maka dapat mencegah kanker ganas penis. Selain itu, dapat juga terhindar dari penyakit akibat jamur dan berbagai penyakit infeksi lainnya," ungkap Bambang.
Lebih lanjut Bambang mengatakan, pada intinya ketika selesai proses penyunatan yang harus dijalankan adalah memperhatikan dan menjaga kebersihan penis serta luka. Tak hanya itu, biasanya dokter akan memberikan antibiotik guna mencegah terjadinya infeksi dan juga obat anti nyeri bila anak merasakan senut-senut setelah selesai disunat.
"Jangan terlalu banyak larangan atau terlalu mendramatisir keadaan bagi anak yang telah selesai disunat. Biarkan mereka bergerak atau beraktivitas senyaman mungkin. Orangtua hanya perlu memberikan perhatian serta pengembangan terhadap anak," pungkas Bambang.
Sumber : Harian "Jurnal Bogor" edisi 29 Desember 2008
No comments:
Post a Comment